Misi Penyelamatan Badak Kalimantan Terakhir di Muka Bumi

Kutai Barat – Pada akhir 2015 silam, kamera trap menangkap gambar satu badak di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. INITOGEL Badak berjenis kelamin betina itu kemudian diberi nama Najaq.

Temuan itu menjadi titik balik perhatian publik terhadap keberadaan badak Kalimantan yang sudah lama diduga punah. Sayangnya, kisah Najaq berakhir tragis. Saat tertangkap pit trap pada Maret 2016 untuk mendapat perawatan, kakinya yang terluka akibat jerat tak kunjung pulih. Sebulan kemudian, Najaq mati akibat infeksi.

Sementara itu, di belantara Kabupaten Mahakam Ulu, satu badak betina bernama Pari masih bertahan hidup seorang diri. Ia adalah badak Kalimantan yang keberadaannya nyaris seperti hantu hutan, jarang terlihat, selalu meninggalkan jejak samar, tetapi keberadaannya diyakini sebagai kunci bagi masa depan spesies yang terancam punah ini.

Ada sebuah misi besar dalam upaya penyelamatan badak terakhir di hutan alam ini yakni memindahkan Pari ke Suaka Badak Kelian (SBK). Upaya ini bukan sekadar wacana, melainkan kebutuhan mendesak.

Setiap hari yang Pari lewati sendirian di alam liar berarti peluang reproduksi yang hilang. Setiap bulan yang terbuang tanpa perlindungan berarti ancaman keselamatan yang semakin besar.

Pari memang dipantau, tapi hanya berupa pemantauan jarak jauh dan kamera jebak. BKSDA Kaltim bersama organisasi Aliansi Lestari Rimba Terpadu (Alert).

“Badak ini disebut doom rhino, dia sendirian dan tidak ada temannya. Kalau dibiarkan di alam liar, tidak ada kesempatan untuk berkembangbiak,” kata Direktur Alert, Kurnia Oktavia Khairani beberapa waktu lalu.

Julukan ‘doom rhino’ melekat pada Pari karena kesendiriannya. Tidak ada pejantan yang bisa menjadi pasangannya. Tidak ada kawanan yang melindunginya. Di tengah rimba yang terus terdesak aktivitas manusia, keberadaannya semakin rapuh. Pari hanya satu, dan jika ia hilang, maka habislah satu-satunya peluang memperkaya genetik badak Kalimantan di masa depan.

Habitat Pari bukanlah kawasan yang aman. Hutan Mahakam Ulu, meski masih hijau dari kejauhan, terus tergerus pembukaan lahan, perambahan, hingga perburuan satwa liar. Ancaman itu nyata, bukan sekadar perkiraan.

“Kondisi di alam liar sangat tidak bisa diprediksi. Ada risiko deforestasi, perburuan, sampai penyakit yang tidak bisa kita kendalikan. Di SBK, semua itu bisa diminimalisir,” kata Kepala BKSDA Kaltim Ari Wibawanto, Selasa (26/8/2025).

Kesendirian Pari juga berarti ia tidak bisa berkembangbiak secara alami. Waktu berjalan mundur bagi seekor badak betina, semakin tua, peluang reproduksinya semakin menurun. Bagi spesies yang jumlahnya diperkirakan tidak lebih dari 80 ekor di seluruh dunia, setiap individu adalah harta tak ternilai.

Harapan Baru Badak Pari

Badak Kalimantan

Badak bernama Pari saat sedang menjalani proses assisted reproductive technology (ART) atau teknologi reproduksi berbantu untuk dikawinkan secara in vitro dengan badak jantan yang ada di Way kambas pada 2023 silam.

Karena itu, Suaka Badak Kelian (SBK) yang terletak di Kecamatan Linggang Bigung, Kabupaten Kutai Barat menjadi jawaban. Fasilitas konservasi di Kutai Barat ini didirikan khusus untuk menyelamatkan badak Kalimantan. Di sana, setiap badak memiliki paddock luas yang menyerupai habitat aslinya, lengkap dengan kubangan lumpur, rumpun bambu, hingga beragam tanaman pakan alami.

“Suaka Badak Kelian adalah satu-satunya fasilitas resmi yang kita punya. Di sana ada paddock, ada perawatan harian, pemantauan kesehatan, dan upaya pengembangbiakan. Kalau Pari dipindahkan, peluangnya untuk diselamatkan jauh lebih besar,” ujar Ari menegaskan.

SBK sebelumnya sudah menjadi rumah bagi Pahu, badak betina yang berhasil ditangkap dan dipindahkan pada 28 November 2018 silam. Sejak itu, Pahu hidup lebih aman dan terpantau kesehatannya oleh tim dokter hewan. Meski belum ada pejantan untuk mendampinginya, keberadaan Pahu menunjukkan bahwa upaya translokasi bisa berhasil jika dilakukan dengan hati-hati.

Pari diharapkan menyusul. Perpindahannya ke SBK akan memperbesar peluang menyatukan dua betina ini dalam program konservasi yang lebih terencana.

Namun, membawa Pari ke SBK bukan perkara mudah. Ia harus ditangkap terlebih dahulu dengan cara yang aman, lalu ditempatkan ke dalam boma, kandang sementara di hutan yang berfungsi sebagai tempat adaptasi. Dari situ, ia akan dipindahkan ke dalam peti khusus sebelum menempuh perjalanan panjang menuju Kutai Barat.

Proses ini membutuhkan koordinasi lintas lembaga, mulai dari BKSDA, lembaga konservasi internasional, hingga masyarakat lokal yang mengenal hutan Mahakam Ulu dengan baik. Kesalahan sekecil apa pun bisa berakibat fatal bagi Pari.

“Kita harus benar-benar siap, baik dari sisi teknis maupun non-teknis. Menangkap badak itu penuh risiko, tapi risikonya akan lebih besar jika dia dibiarkan sendirian di alam liar,” kata Kurnia.

Peluang Reproduksi

Meski saat ini belum ditemukan satupun Badak kalimantan berjenis kelamin jantan, bukan berarti harapan tertutup. Dengan teknologi assisted reproductive technology (ART), peluang Pari untuk melahirkan keturunan tetap terbuka. Sel telur bisa diambil, dibekukan, lalu dibuahi secara in-vitro sebelum ditanamkan kembali.

Reproduksi ini terbantu dengan menyatukan sel telur badak di Kalimantan dengan sel sperma badak di Sumatera. Keduanya masih satu spesies sehingga Pahu dan Pari sering disebut Badak sumatera di Kalimantan.

“Dengan adanya Pari, kita masih punya harapan. Dia bisa menjadi induk yang melahirkan bayi badak Kalimantan, dan ini langkah penting untuk memastikan spesies ini tidak punah,” tegas Kurnia.

Kehadiran Pari di SBK juga akan memperkaya basis data ilmiah untuk penelitian badak Kalimantan. Dari perilaku makan, kesehatan reproduksi, hingga interaksi sosial dengan sesama badak bisa dipelajari lebih dalam.

Menyelamatkan Pari berarti menyelamatkan warisan genetik yang mungkin menjadi kunci keberlanjutan spesies badak Kalimantan. Langkah ini bukan hanya tentang satu individu, melainkan tentang komitmen Indonesia menjaga satwa endemik yang tersisa.

Sejak kematian Iman, badak Kalimantan terakhir di Malaysia pada 2019, harapan pelestarian spesies ini kini sepenuhnya bertumpu di Indonesia. Kalimantan Timur menjadi satu-satunya rumah terakhir badak bercula dua tersebut.

Kehadiran Pahu di SBK, serta rencana penyelamatan Pari, membuka jalan baru bagi upaya konservasi. Dengan teknologi reproduksi berbantu dan dukungan berbagai pihak, peluang untuk memperbanyak populasi badak Kalimantan kembali terbuka.

“Pelestarian badak adalah pekerjaan besar yang hanya bisa berhasil lewat kerja kolektif. Kita perlu optimis, karena tanpa aksi nyata, badak Kalimantan bisa benar-benar hilang dari bumi,” pungkas Ari Wibawanto.

Kini, Pari masih menunggu. Setiap hari yang ia lewati di hutan liar adalah pertaruhan. Pemindahannya ke Suaka Badak Kelian bisa menjadi babak baru, dari satu badak kesepian, menjadi harapan bagi lahirnya generasi baru badak Kalimantan.

Sumber : Tribunnews88.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *